Reem: Mana yang Lebih Dulu Menjemput Kematian Atau Jodoh?

Sumber gambar Dar mizan 

Judul Buku : Reem
Penulis        : Sinta Yudisia
Penerbit      : DAR Mizan
Cetakan       : ke-1, Agustus 2017
Dimensi.      : 20,5cm 
Tebal buku  : 352 halaman
ISBN              : 978-602-6716-11-8 


"Tidak ada yang bersekutu dengan kematian. Sebab, sesudah mati adalah ketiadaan. Aku berharap mendapati suaramu, yang dapat dikenali di padang luas Mahsyar. Sebab, kemana hati ingin melarikan diri?" 

Reem gadis Palestina yang di dalam darahnya mengalir darah Indonesia. Sejak kecil Reem sudah akrab dengan suasana konflik di Palestina, karena Baba dan Umminya adalah dokter relawan di negara konflik.  Hingga akhirnya Umminya harus meregang nyawa di Palestina. Baba sangat terpukul atas kematian Ummi. Semenjak saat itu Babah tenggelam dengan lautan manusia, aksi kemanusiaan di Palestina. Berteman dengan sunyi dengn rutinitas kerjanya menjadi ahli medis. Meskipun kenyataannya di sekelilingnya ramai yang butuh pertolongannya.

Reem kecil akhirnya di asuh oleh Bibinya, adik perempuan umminya di Moroko. Hingga beranjak dewasa Reem menjadi gadis yang tangguh, cerdas, berbudi luhur dan penghapal alquran. Dari kecil hobi Reem sudah terlihat suka menulis dalam diari, membaca hingga membaca puisi-puisi penyemangat karangan penyair Palestina. Dari sana puisi-puisi goresan tangan Reem lahir dengan indah dan begitu mendalam. Hampir semua puisi-puisinya bercerita tentang keadaan Palestina, tentang anak-anak Palestina.

Pertemuan
Saat itu gedung Parlemen Moroko disesaki pendemonstran. Reem sebagai anak yang di dalam dirinya berdarah Palestina mendapat kesempatan untuk membacakan syair karangannya yang pernah ditulis 15 tahun dulu, ketika ia masih kecil.  Semua yang mendengar meneteskan air mata. Sejurus kemudian setelah membacakan syair, Reem meninggalkan panggung utama. Pria yang mengamatinya tercari-cari sosok Reem yang tiba-tiba meninggalkan panggung. Ternyata Reem pergi menuju jalan Muhammad Khamis, tempat burung mendarat berkelompok. Duduk sendiri sambil menghapus air mata yang tumpah mengenang perjuangan rakyat Palestina serta teringat pula akan sosok Umminya yang telah syahid.

Sungguh puisi-puisi Reem dalam novel ini bagus-bagus banget. Begitu kuat pesan yang ingin disampaikan disetiap  diksinya. Mba Sinta sangat piawai mengolah diksi serta alur cerita.

Akhirnya Kasim dan Reem bertemu di jalan Muhammad Khamis. Mereka saling berkenalan. Hingga akhirnya saat Bibi Aisyah melintas, Reem disuruh pulang segera karena Baba Reem saat itu akan pulang dari Palestina. Namun Kasim tidak menyerah untuk bisa mendapatkan kontak Reem. Segala usaha ia lakukan. Bukan untuk merayu Reem tapi Kasim ingin Reem menjadi narasumber untuk melengkapi data thesis yang sedang ia garap.

Dalam novel ini ada sosok Aliya dan Ilham. Aliya adik kandung Kasim yang sama-sama menuntut ilmu di Moroko. Begitu pula Ilham, sahabat dekat Kasim. Sikapnya yang kocak membuat cerita Reem semakin hidup dan lucu. Tidak melulu soal cinta.  Tapi, ada bumbu persahabatan, hubungan kakak-adik yang begitu akrab dan saling menjaga satu sama lain.

Kasim dengan usahanya yang begitu gigih akhirnya dapat menemukan kontak Reem dan mereka ternyata satu univesitas. Dari sana Kasim mulai banyak bertanya tentang Palestina. Tentang sejarah-sejarah islam yang berkaitan dengan konflik di Palestina. Reem dengan senang hati menjelaskan semuanya. Termasuk menyinggung Palestina punya peran penting terhadap kemerdekaan Indonesia.  Jiwa Reem sudah terpaut dengan tanah Palestina. Sehingga ketika berdiskusi tentang tanah kelahirannya, jiwanya selalu berapi-api. Semangatnya menyala. Namun, air matanya tidak dapat dibendung. Di tanah itu pula orang yang dicintai syahid.

Namun, kedekatan mereka menumbuhkan benih-benih suka yang tidak bisa dilarang. Kelembutan, kesantunan, kecerdasan Reem telah membuat Kasim mahasiswa asal Indonesia menyimpan perasaan terhadapnya. Namun, Baba dan Bibi Reem tidak menyetujui. Karena itu sama saja akan membuka lembaran lama tentang kesedihan-kesedihan yang pernah dialami Reem.  Hingga Akhirnya Kasim dan Alya harus pulang ke Indonesia atas perintah orangtua mereka.

Reem berusaha mengejar Kasim ke Bandara. Namun usahanya gagal. Sampai bandara Reem tidak menemukan sosok Kasim. Keadaan Reem saat itu begitu kelelahan mencari kasim, hingga sakitnya kambuh dan Reem pingsan di bandara.  Sungguh tidak ada yang tau soal sakit Reem. Setiap sujudnya panjangnya Reem selalu  berdoa untuk bisa hidup sepuluh, dua puluh, atau lima puluh tahun lagi bila mungkin. Reem pernah berharap dapat melukis sendiri takdir hidupnya. Namun, tak satu pun yang mengetahui tadir masing-masing.

Konflik yang disajikan begitu mengaduk perasaan. Bahkan secara tidak sadar air mata luruh ke bumi. Walau bercerita tentang cinta tidak melulu berbicara soal perasaan. Tapi, ada nilai-nilai sejarah yang disajikan. Tentang Palestina, Kota Fez, kota putih di Moroko dengan seribu lorong dan sejarah kejayaan-kejayaan islam di Eropa. Latar yang dipilih dan digambarkan seolah nyata dalam benak saya. Seolah-olah saya bisa merasakan apa yang Kasim dan Reem rasakan.

Di dalam novel ini banyak pelajaran hidup yang bisa saya ambil. Sekeras apapun kita memaksa, Tuhan tetap punya kuasa. Setiap cobaan, ujian, kematian tidak harus dihindari.

Bagikan

Artikel Terkait

Previous
Next Post »

13 Comments

  1. Pendek banget.. Panjangin lagi...😆😆😆

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau dipanjangin nanti bisa jadi spoiler, Mak 😂

      Hapus
  2. Belajar resensi buku sayanya..pengen buat resensi juga soalnya. Makasiiih camaleha...😍

    BalasHapus
  3. Belajar resensi buku sayanya..pengen buat resensi juga soalnya. Makasiiih camaleha...😍

    BalasHapus
  4. Sharing materi tentang resensi dong mbak 😁

    BalasHapus
  5. InsyaAllah ada sharing materi tentang resensi ya mbak Dew ^^

    BalasHapus
  6. Novel Mbak Sinta banyak yang menceritakan tentang palestina ya mbak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ada beberapa buku yang mnceritakan palestina mba.

      Hapus